Pendidikan Yang cenderung Kognitif – Jejak Abdi Negara

Pendidikan Yang cenderung Kognitif

PENDIDIKAN yang kini diterapkan di Indonesia cenderung mengutamakan pengembangan kemampuan kognitif, bukan afektif dan psikomotorik. Ini mulai tingkat sekolah dasar, menengah pertama, menengah atas, bahkan perguruan tinggi. Hal ini pula yang membuat para peserta didik seringkali mengalami kegagapan ketika harus menyelesaikan masalah nyata.

Padahal, tidak semua masalah dapat diselesaikan secara efektif dengan menggunakan kemampuan kognitif saja. Kreativitaslah yang justru seringkali menjadi syarat untuk menyelesaikan masalah secara efektif.

Kreativitas merupakan tuntutan pendidikan dan kehidupan saat ini. Sebab dengan kreativitas, akan menghasilkan berbagai inovasi dan perkembangan baru.

Individu dan organisasi yang kreatif pun akan selalu dibutuhkan lingkungannya. Sebab, mereka mampu memenuhi kebutuhan lingkungannya yang terus berubah. Individu dan organisasi kreatif jugalah yang akan mampu bertahan dalam kompetisi global dinamis dan ketat.

    Ada berbagai strategi pengajaran kreatif yang telah terbukti berhasil meningkatkan kreativitas para siswa. Strategi-strategi tersebut sebaiknya diterapkan sebagai aktivitas yang terintegrasi.

    Pertama, pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered learning). Menurut strategi ini, guru berperan sebagai fasilitator yang menolong para siswa untuk melakukan refleksi diri, diskusi kelompok, bermain peran, melakukan presentasi secara dramatikal, dan berbagai aktivitas kelompok lainnya. Guru juga berperan sebagai teman belajar, inspirator, navigator, dan orang yang berbagi pengalaman. Sementara, para siswa diberi kebebasan untuk memilih perspektif yang akan mereka gunakan untuk mempelajari suatu topik. Berbagai metode tersebut akan membuat para siswa berubah dari pendengar pasif menjadi observer, mampu menunjukkan kemampuannya, dan co-learner.

    Kedua, penggunaan berbagai peralatan bantu dalam pengajaran (multi-teaching aids assisstance). Dalam hal ini, guru-guru harus banyak akal menggunakan berbagai peralatan dalam mengajar seperti penghancur kertas, kotak mainan, palu, naskah tulisan para siswa, power-point, komputer, dan peralatan multimedia untuk menggairahkan para siswa dalam berpikir, memperluas sudut pandangnya, dan memicu diskusi yang lebih mendalam.

    Ketiga, strategi manajemen kelas (class management strategies). Strategi ini mencakup pembuatan iklim interaksi antara guru dan siswa yang bersahabat dan memperlakukan siswa dengan menghormati berbagai kebutuhan dan individualitasnya. Guru diharapkan mampu berbicara dengan nada dan bahasa tubuh yang ramah kepada para siswanya. Guru juga diharapkan tidak menginterupsi atau menghakimi secara tergesa-gesa pada saat para siswa mengekspresikan ide-idenya.

Keempat, menghubungkan isi pengajaran dengan konteks kehidupan nyata. Bahwa para siswa menyukai pelajaran yang berhubungan dengan berbagai peristiwa kehidupan nyata. Guru yang mampu memberikan pelajaran sesuai dengan konteks nyata kehidupan berarti telah membagikan pengalamannya kepada para siswa. Hal ini akan menjadi pemicu bagi para siswa untuk memberikan respons, berdiskusi, dan berpikir dalam tingkat tinggi.

        Kelima, menggunakan pertanyaan terbuka dan mendorong para siswa untuk berpikir kreatif (open questions and encouragement of creative thinking). Pertanyaan-pertanyaan terbuka ini akan menggerakkan para siswa untuk berpikir kreatif. Pertanyaan terbuka juga merupakan karakteristik dari guru yang kreatif. Guru yang kreatif juga selalu mendorong siswanya untuk membuat dan berimajinasi dalam diskusi kelompok

Sumber: radar lampung